Pages

Tuesday, June 23, 2020

PENGELENGSIR - KAMI ADALAH BANGSA PEMAAF

Tradisi Adat Sasak "betetulak" sebagai salah satu Kearifan Lokal yang kita miliki sudah sepatutnya kita jaga kelestariannya karna selain untuk mempererat hubungan silaturahim antar warga juga memiliki nilai luhur yang terpendam didalamnya. Terlebih lagi dari prosesi acara ini selain melibatkan Tokoh Adat juga melibatkan Tokoh Agama yang memimpin do'a bersama agar terhindar dari segala mala peteka dan bencana. 
Baca di sini : Tradisi Adat Sasak "betetulak" Marang Pedalaman - Kotaraja 
Sebuah kesuksesan tidak mesti berjalan mulus tanpa ada rintangan. Begitu pula dengan upaya untuk mengangkat dan mempertahankan Tradisi Adat Sasak "betetulak" ini, sejak menjelang hingga pasca Acara Puncak sempat terjadi perdebatan beberapa warga di beberapa forum sosial media tentang prosesi acara yang menurut salah seorang warga (Eyang Guru) bahwa Tradisi Adat ini adalah syirik. Sementara itu, warga masyarakat Marang merasa keberatan dengan pernyataan tersebut hingga hampir berujung pada kerusuhan. 
Pengelengsir 
Menyikapi akan hal ini, para Tokoh Masyarakat (Pengelengsir) Marang Pedaleman mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan serta mencari solusi yang terbaik untuk meredam emosi masyarakat Marang yang geram akan pelecehan Tradisi Adat tsb. Permasalahan tersebut harus segera diselesaikan karna jika berlarut-larut tentu akan menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan. 
Diungkapkan oleh salah satu Tetua (Pengelengsir) H Lalu Suharto bahwasannya acara Adat "bebetulak" adalah tradisi yang sejak dahulu dilakkan oleh para leluhur Marang Pedaleman dengan tujuan untuk memohon kepada Allah agar terhindar dari musibah ataupun bencana. Begitu pun yang dilaksanakan saat ini adalah untuk tujuan yang sama dan juga untuk membangkitkan lagi kegiatan "betetulak" yang sekian lama hilang. 
"Adapun mengenai permasalahan yang timbul saat ini adalah karna kesalahfahaman, seseorang yang mengatakan tradisi ini syirik tentu belum memahami secara benar niat dan tujuan dari "betetulak" ini. Memang saat ini masyarakat kita Marang sangat geram dengan ungkapan (syirik) tersebut, bahkan kabarnya sebagian warga Marang sempat mencari seseorang tersebut ke rumahnya untuk minta pertanggungjawaban ucapannya namun tidak bertemu saat itu, begitulah kemarahan warga kita. Namun begitu, kita di sini sebagai tetua sebenarnya tidak megharapkan kejadian seperti itu. Kita harus bijak dalam menanggapi masalah ini, karna mungkin seseorang tersebut masih belum faham dengan Tradisi Adat kita ini. Mari kita undang mereka untuk membahas permasalahan ini, dan atas ucapannya (mengatakan syirik) yang melukai hati masyarakat kita bisa maafkan. Namun perlu kita undang dia dan berikan pemahaman agar kita bisa saling menghargai dan memaafkan, karna kita adalah pemaaf!" tuturnya.  

Lalu Jaya Wardana juga mengungkapkan, "Ini adalah Budaya Adat yang kita miliki yang secara turun temurun dilaksanakan oleh para Pendahulu kita. Kita memang sangat marah dan terpukul dengan ucapan salah seorang tersebut yang telah menghina dan melecehkan Tradisi Adat kita, dan memang jika kita menuruti amarah tentu akan berujung pada hal-hal yang tidak kita harapkan, namun kita kembali lagi bahwa kami sebagai orang tua, terlebih lagi bangsa kita adalah pemaaf, tentu saja kita selesaikan masalah ini dengan sebaik-baiknya agar tidak terulang kembali, kita siap memaafkan atas kekeliruan dan kesalahfahaman ini. Ada pun untuk meredam kemarahan warga saat ini, kita siap menerima Eyang Guru tersebut untuk meminta maaf kepada warga demi keamanan dan kenyamanan kita sebagai warga masyarakat Desa Kotaraja. 
Secara pribadi, para Pengelengsir Marang bisa memaklumi dan memaafkan Eyang Guru, namun untuk menetralisir kemarahan warga tentu saja harus ada permintaan maaf dari Eyang Guru. Permintaan maaf yang diucapkan secara langsung dihadapan warga. 
Dalam pertemuan tersebut diutus Kawil Marang Selatan Khaerul Faridi untuk secara pribadi menemui Kawil dimana Eyang Guru berdomisili guna membahas permasalahan ini agar tidak berlarut-larut dan menyelesaikannya secara kekeluargaan. 

Kesimpulan : 
Kesalahfahaman rentan terjadi jika kita tidak memahami sesuatu dari berbagai sisi. Jadi, mari kita biasakan diri untuk mempelajarai segala sesuatunya sebelum membuat kesimpulan. Setiap permasalahan tentu ada solusi, mari kita utamakan penyelesaian secara kekeluargaan.  

Semoga bermanfaat...  

Sunday, June 21, 2020

KOTARAJA - MEMPERKENALKAN BUDAYA ADAT SASAK "BETETULAK" MARANG PEDALEMAN - KOTARAJA

Acara Puncak gelaran do'a bersama Tradisi Adat Sasak "betetulak" Pedukuhan Marang Pedaleman  Desa Kotaraja dihadiri oleh ribuan masyarakat setempat. 
Tradisi Adat "betetulak" ini adalah salah satu Kearifan Lokal yang secara turun temurun dilaksanakan oleh para Pengelengsir Marang Pedaleman hingga saat ini. 
.

Saturday, June 20, 2020

KOTARAJA - ACARA PUNCAK "BETETULAK" MARANG PEDALAMAN - KOTARAJA

Acara Puncak Tradisi Adat Sasak "Betetulak" Pedukuhan Marang Utara Pedalaman Desa Kotaraja dilaksanakan hari ini Minggu 21 Juni 2020. Acara Puncak ini adalah sebagai lanjutan dari kegiatan lima hari sebelumnya. 
Direncanakan acara ba'da Shalat Asar dengan iringan pembawa benda pusaka "Qur'an Beleq" start dari kediaman H. Lalu Suharto melintasi jalan kampung Pedukuhan Marang, selanjutnya kembali untuk do'a bersama yang akan dipimpin oleh Bapak Tuan Guru H Muslihin. "Qur'an Beleq" adalah salah satu benda peninggalan leluhur yang sampai saat ini masih tersimpan diMarang Pedalaman Kotaraja. 
Ribuan warga lokal diperkirakan akan menghadiri Acara Puncak ini seperti pada lima hari sebelumnya. Selain itu, beberapa tokoh lainnya; Camat Sikur, Pendamping Kecamatan, Pejabat Desa Kotaraja, BPD serta sejumlah tokoh lainnya turut diundang dalam acara ini. 
Baca di sini : Tradisi Adata Sasak "betetulak" Marang Pedaleman Kotaraja

KOTARAJA - TRADISI ADAT SASAK "BETETULAK" PEDUKUHAN MARANG PEDALEMAN - KOTARAJA

BETETULAK adalah salah satu Tradisi Adat Sasak yang konon sudah ada sejak masuknya Islam di Lombok yang dibawa oleh Sunan Perapen pada masa berjayanya Kerajaan Selaparang. 
Tradisi ini hanya dilaksanakan di beberapa tempat saja oleh warga setempat, seperti di Kerekok (dusun tua) Kelurahan Rembiga. Kerekok adalah salah satu pedukuhan tua yang ada di Kelurahan Rembiga yang menjadi tempat bermukim salah satu dari 6 orang santry Sunan Perapen. Tempat lainya adalah di Desa Pengadangan Kecamatan Peringgasela dan beberapa tempat lainnya termasuk di Pedalaman Marang Desa Kotaraja Kecamatan Sikur Lombok Timur. 
Betetulak Pedalaman Marang - Kotaraja. 
Kegiatan ritual "betetulak" yang dilakukan oleh warga setempat (Pedalaman Marang Utara Desa Kotaraja) biasanya dilaksanakan setiap satu Suro atau 1 Muharam (Tahun Hijriyah) tapi bisa juga dilakukan pada saat datangnya musibah atau pun bala bencana. Ritual ini sebelumnya sempat vakum beberapa tahun lamanya, namun mengingat Pandemi COVID-19 yang saat ini melanda membuat para tokoh (Pengelengsir) dan Pemuda untuk mengelar kembali  tradisi "betetulak" dengan melibatkan Tokoh Agama, Tokoh Adat Desa Kotaraja.   

Tradisi "betetulak" atau disebut juga "tolak bele" adalah Kearifan Lokal yang digelar dalam rangka memohon kepada Tuhan agar dijauhkan dari bala' atau bencana.
Pada prosesi "betetulak" berdasarkan makna yang terkandung di dalamnya "kembali kepada Allah" dengan melakukan do'a bersama, do'a-do'a keselamatan serta shalawat yang dipimpin oleh Tuan Guru atau Kiyai. Setelah do'a bersama dilanjutkan dengan acara makan bersama yang dalam sasak disebut "begibung". 
Peran Tokoh Agama 
Dalam pelaksanaan Tradisi Adat Sasak "betetulak" tidak lepas dari peran Tokoh Agama yang dalam hal ini sebagai Penasihat. Begitu halnya dengan Bapak Tuan Guru H. Muslihin dalam hal ini beliau memberi saran dan do'a-do'a yang baik (do'a memohon agar terhindar dari bencana) menyesuaikan kondisi dunia pada saat ini. 
Peran Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat 

Peran Aktif para Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat (Pengelengsir) dalam pergelaran acara ini adalah sebagai penasihat dan juga sebagai pembawa informasi tentang dasar, asal usul serta tata cara pelaksanaan berdasarkan apa yang mereka terima dan laksanakan secara turun temurun yang tentunya tidak menyimpang dari ajaran Agama Islam. 
Peran Tokoh Pemuda 
Seperti yang kita ketahui Pemuda adalah salah satu Tokoh yang sangat menentukan kualitas dari suatu wilayah. Termasuk di dalamnya menjaga kelestarian Budaya Adat Lokal, salah satunya Tradisi Adat Sasak "betetulak". Peranan Pemuda di sini tentunya menggali dan mengangkat kembali Kearifan Lokal yang kita miliki. 
.